A.
Pengertian Motivasi
Motivasi secara
sederhana dapat diartikan “Motivating” yang secara implisit berarti bahwa
pimpinan suatu organisasi berada di tengah-tengah bawahannya, dengan demikian
dapat memberikan bimbingan, instruksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan
(Siagian, 1985: 129). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa motivasi adalah keinginan
yang terdapat pada seorang individu yang merangsang untuk melakukan tindakan
(Winardi, 2000: 312). Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri manusia yang
menyebabkan ia melakukan sesuatu (Wursanto,1987: 132).
Selain itu motivasi
berasal dari bahasa latin “Movere” yang artinya menimbulkan pergerakan.
Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan psikologis yang menggerakkan seseorang
kearah beberapa jenis tindakan (Haggard, 1989) dan sebagai suatu kesediaan
peserta didik untuk menerima pembelajaran, dengan kesiapan sebagai bukti dari
motivasi (Redman, 1993). Menurut Kort (1987), motivasi adalah hasil faktor internal
dan faktor eksternal dan bukan hasil eksternal saja. Hal yang tersirat dari motivasi
adalah gerakan untuk memenuhi suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan.
B.
Teori-teori Motivasi
1)
Teori
drive reinforcement
Dasar
pemikiran teori ini adalah bahwa perilaku individual atau motivasi merupakan
suatu fungsi dari konsekuensi dari perilaku tersebut. perilaku yang diberi
penguatan (dikuatkan) cenderung diulang, sedangkan perilaku yang tidak diberi
penguatan cenderung akan ditinggalkan atau dilupakan atau hilang atau tidak
muncul. Strategi utama atau kontegensi penguatan dengan penguatan baik
penguatan positif maupun negatif.
Reinforcement
positif : perilaku yang dikehendaki, perilaku positif, keberhasilan diberi
reward (hadiah, penghargaan, pujian dsb) agar perilaku yg dikehendaki tersebut dipertahankan,
diulang atau dengan kata lain ada usaha dari pihak manajemen untuk meningkatkan
kekuatan atau frekuensi perilaku tersebut (positif, keberhasilan) dengan
memberi reward.
Reinforcement
negatif : berusaha untuk meningkatkan kekuatan atau frekuensi respon dari
perilaku yg dikehendaki dengan menghindarkan adanya stimulus negatif yang
memungkinkan adanya respon yang tidak dikehendaki ( misalnya, seorang karyawan
mungkin bekerja lebih keras untuk menghindari teguran, hukuman dari supervisor).
Jadi prinsip
pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan,
apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman
(Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan,
apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat.
Pengertian Teori Drive
Teori
”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku
didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri
seseorang atau binatang. Secara umum, teori-teori drive mengatakan hal-hal
berikut: ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu didorong untuk
mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi
intensitas keadaan yang mendorong. Manusia dapat mencapai tujuan yang memadai,
yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan
memuaskan.
Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
• Suatu keadaan yang mendorong.
• Perilaku yang mengarah ke tujuan yang
diilhami oleh keadaan terdorong.
• Pencapaian tujuan yang memadai.
• Pengurangan dan kepusaan subjektif dan
kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai.
Setelah
keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke
arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan
seringkali disebut lingkaran korelasi. Teori-teori Drive berbeda dalam sumber
dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Beberapa
teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir,
atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah
mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran
(Tinbergen, Lorenz, dan Leyhausen dalam Morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive
yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeadaan terdorong. Contohnya,
dorongan yang dipelajari (learned drives), seperti yang dikatakan, keaslian
dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang
berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Dalam realisasi motif sosial,
orang telah belajar dorongan untuk berkuasa, agresi atau prestasi. Keadaan
terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orang tertentu dan mendorong
orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial
yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Teori Pengukuhan (Reinforcement
Theory)
Teori ini
mempunyai dua aturan pokok: aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan
jawaban-jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan
penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Penguatan dapat terjadi positif
(pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang diinginkan) atau negatif
(menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang diinginkan telah
diberikan), tetapi organisme harus membuat antara aksi atau tindakannya dengan
sebab akibat. Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries menyatakan
tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu
dengan:
1.
Menentukan apa jawaban yang diinginkan.
2.
Mengomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada
tenaga kerja.
3.
Mengomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan
diterima tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi.
4.
Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar
dilaksanakan.
5.
Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan,
yang terdekat dengan kejadiannya.
Nadler dan
Lawler (1976) atas teori harapan menyarankan beberapa cara tertentu yang
memungkinkan manajer dan organisasi menangani urusan mereka untuk memperoleh motivasi
maksimal dari pegawai:
1.
Pastikan jenis hasil atau ganjaran yang mempunyai
nilai bagi pegawai.
2.
Definisikan secara cermat, dalam bentuk perilaku yang
dapat diamati dan diukur, apa yang dinginkan dari pegawai.
3.
Pastikan bahwa hasil tersebut dapat dicapai oleh
pegawai.
4.
Kaitkan hasil yang dinginkan dengan tingkat kinerja
yang diinginkan.
5.
Pastikan bahwa ganjaran cukup besar untuk memotivasi
perilaku yang penting.
6.
Orang bekinerja tinggi harus menerima lebih banyak
ganjaran yang diinginkan daripada orang yang berkinerja rendah.
Terdapat
empat konsep dasar yang perlu dipahami dengan jelas, yaitu:
1.
Perangsang (drive)
Suatu keadaan yang timbul di dalam
diri seseorang. Contoh: perangsang primer dan sekunder. Primer seperti lapar
(tidak dapat dipelajari). Sekunder seperti rasa penasaran untuk hadir pada
pembicaraan tinjauan balikan prestasi (yang dapat dipelajari).
2.
Stimulus
Suatu petunjuk adanya peristiwa
untuk tanggapan. Contoh: permintaan seorang supervisor adalah suatu stimulus
untuk menyelesaikan pekerjaan, dan waktu pada jam dinding adalah suatu stimulus
untuk bangun dan pergi ke pertemuan rapat komisi.
3.
Tanggapan
Suatu hasil perilaku dari stimulus.
Contoh: aktivitas dari orang yang bersangkutan, tanpa memandang apakah stimulus
itu dapat diidentifiksasikan atau aktivitas tersebut dapat diamati.
4.
Penguat
Suatu setiap obyek datau kejadian
yang membantu meningkatkan atau mempertahankan kekuatan sebuah tanggapan.
Contoh: pujian dari atasan, kenaikan gaji, dan alih tugas ke pekerjaan yang
diinginkan.
Contoh teori
drive reinforcement: karwayan berusaha untuk mendapatkan penilaian yang baik dalam
hal pekerjaan agar mendapatkan promosi jabatan dari atasannya. Dari contoh ini
terlihat jelas bahwa seperti teori reinforcement positive, ketika dia
mendapatkan penilaian yang baik dari atasan (reinforcement positive), maka dia
mendapatkan promosi jabatan atas apa yang ia lakukan, yaitu bekerja sebaik
mungkin (reward).
2) Teori Harapan
Teori ini dikemukakan oleh Victor H.
Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja
giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik
antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.
Teori harapan ini didasarkan atas :
1.
Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang
diberikan akan terjadi karena perilaku.
2.
Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu
mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap
individu yang bersangkutan.
3.
Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari
individu bahwa hasil tingkat pertama
Ekspektansi merupakan sesuatu yang
ada dalam diri individu yang terjadi karena adanya keinginan untuk mencapai
hasil sesuai dengan tujuan. Ekspektansi merupakan salah satu penggerak yang
mendasari seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Karena dengan adanya usaha
yang keras tersebut, maka hasil yang didapat akan sesuai dengan tujuan. Dalam
teori ini disebutkan bahwa seseorang akan memaksimalkan usaha dan meminimalkan
segala yang menghalangi pencapaian hasil maksimal.
Teori ekspektansi berasumsi bahwa
seseorang empunyai keinginan untuk menghasilkan suatu karya pada waktu tertentu
tergantung pada tujuan-tujuan khusus orang yang bersangkutan dan juga pemahaman
seseorang tersebut tentang nilai suatu prestasi kerja sebagai alat untuk
mencapai tujuan tersebut.
Ekspektansi menekankan pada hasil
yang akan dicapai. Hasil yang diinginkan dipengaruhi oleh tujuan pribadi
seseorang dalam mencakup kebutuhan. Dalam teori ini, seseorang akan
memaksimalkan sesuatu yang menguntungkan dan meminimalkan sesuatu yang
merugikan bagi pencapaian tujuan akhirnya.
Contoh:
Teori harapan: seorang mahasiswa
yang berharap ingin memiliki sepeda motor, akan menabung lebih rajin agar dapat
membeli sepeda motor.
Teori nilai: di dalam perusahaan
mempunyai reward sistem dan diberikan melalui sistem bonus bagi pekerja yang
memiliki kinerja yang baik dalam hal pekerjaan, kehadiraan, dll. Poin bonus
tersebut nanti bisa ditukar dengan hari cuti, kupon makan, dll.
Teori Pertautan: di dalam suatu
perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, diterapkan gaji pokok dan
sistem bonus bagi marketing yang berhasil menjual produk sesuai target. Hal ini
memicu motivasi yang tinggi apabila suatu marketing menjual barang sesuai
target, maka ia akan mendapatkan bonus gaji.
3) Teori Tujuan
Edwin
Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme
motivasional yakni :
(a) tujuan-tujuan mengarahkan
perhatian;
(b) tujuan-tujuan mengatur upaya;
(c) tujuan-tujuan meningkatkan
persistensi; dan
(d) tujuan-tujuan menunjang
strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Teori
ini juga mengungkapkan hal hal sebagai berikut :
·
Kuat
lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai.
·
Kecenderungan
manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu
jelas, dipahami dan bermanfaat.
·
Makin
kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk
bertingkah laku.
Selain itu tujuan-tujuan
yang bersifat spesifik atau sulit cenderung menghasilkan kinerja (performance)
yang lebih tinggi.
Dalam
pencapaian tujuan dilakuka melalui usaha partisipasi yang menimbulkan dampak :
(+)
Acceptance atau Penerimaan : sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu
pekerjaan maka akan dilaksanakan dengan baik.
(-)
Timbulnya superioritas pada orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teori tujuan
ini, dapat juga ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan
sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan
pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses
penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri.
Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
individu bercorak proaktif dan dan ia akan memiliki keikatan (commitmen) besar
untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yan telah ia tetapkan.
Contoh : Ketika
seorang tenaga kerja berencana untuk naik jabatan, maka hal tersebut akan
menjadi motivasi baginya untuk meningkatkan kualitas pekerjaan yang dia lakukan
agar ia mendapatkan jabatan yang diinginkan.
4) Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow
Hierarki
kebutuhan Maslow mengikuti teori jamak yaitu seseorang berperilaku atau bekerja,
karena adanya dorongan untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Maslow berpendapat,
kebutuhan yang diinginkan manusia berjenjang. Maslow mengemukakan lima tingkat
kebutuhan, sebagai berikut:
·
Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan yang harus dipuaskan untuk
dapat tetap hidup, termasuk makanan, perumahan, pakaian, udara untuk bernafas,
dan sebagainya.
·
Kebutuhan keselamatan dan keamanan
Kebutuhan akan keselamatan dan
keamanan adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari
ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.
·
Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan
teman, interaksi, dicintai, dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan
kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya.
·
Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan adalah
kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan diri dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.
·
Aktualisasi diri
Aktualisasi diri adalah kebutuhan
akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi
optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa.
Contoh Kasus
TRIBUNNEWS.COM SAMARINDA, - Angka kecelakaan kerja terus meningkat
setiap
tahun. Berdasarkan data yang terdapat di Jamsostek Samarinda, angka kecelakaan
kerja sepanjang 2012 mencapai 398 kasus. Angka tersebut meningkat tajam di
2013. Hingga September lalu, terjadi sebanyak 498 kasus kecelakaan kerja di
Samarinda. "Ini baru angka kecelakaan kerja yang terjadi terhadap peserta Jamsostek.
Belum lagi yang terjadi di luar peserta, pasti angkanya lebih tinggi,"
ujar Kepala Kantor Cabang Jamsostek Samarinda, Kusumo, di sela-sela kegiatan
pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), yang digelar Jamsostek bersama
Surveyor Indonesia (SI), di Hotel Mesra, Kamis (24/10/2013). Jika
dirata-ratakan, terjadi dua kasus kecelakaan kerja dalam sehari, sepanjang 2013
ini. "Inilah mengapa kami menggelar pelatihan K3. Agar angka kecelekaan
kerja bisa diminimalisir bahkan dihilangkan," jelas Kusumo.
Sekitar 80
peserta mewakili berbagai perusahaan mengikuti pelatihan K3 ini. Kusumo
mengungkapkan, pelatihan K3 ini merupakan bagian dari nilai tambah yang diberikan
Jamsostek kepada pesertanya. "Kita juga membantu memberikan peralatan K3
untuk sektor jasa konstruksi. Ada pemeriksaan kesehatan gratis, bantuan uang
pemakaman, hingga medical check up. Tentunya, sejumlah nilai tambah ini
diberikan kepada peserta Jamsostek yang memenuhi syarat," jelas Kusumo. Tingginya
angka kecelakaan kerja, kata Kusumo, tidak hanya merugikan korban, melainkan
kinerja perusahaan yang ikut merosot. "K3 ini investasi bagi perusahaan.
Meski Jamsostek juga mengcover kecelakaan kerja, namun kecelakaan kerja ini bukan
hanya soal materi. Tapi rugi waktu, dan produktivitas. Misalkan, pekerja sakit
akibat lingkungan kerja yang tidak sehat," urai Kusumo
(sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2013/10/24/kecelakaan-kerja-di-samarinda-capai-498-kasus)
Analisis kasus:
Sering
kali kita mendengar kasus kecelakaan kerja yang terjadi di indonesia. Terkait
dengan masalah rendahnya kesadaran perusahaan atas yang namanya sistem K3
(keselamatan dan kesehatan kerja). Jika dilihat seperti teori yang saya
cantumkan di atas, kasus ini bisa kita korelasikan dengan teori hierarki
kebutuhan dari Abraham Maslow, dimana pada kebutuhan akan rasa aman dan
keselamatan, para karyawan seharusnya mendapatkannya yang diperoleh melalui
perusahaan dimana tmpt ia bekerja. Apabila kebutuhan akan rasa aman dan
keselamatan terpenuhi, maka akan timbul motivasi baik dari dalam maupun luar
individu untuk bekerja lebih giat dan lebih baik.
Sumber:
Basuki,
Heru A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Sunyoto
Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas
Indonesia.
Sharen,
P. 2009. Teori Motivasi (Drive-Reinforcement)_Kelompok_. [Online]. Tersedia:
http://cintaluna-lovelyluna-psikologi.blogspot.com/2009/11/teori-motivasi-drive- reinforcement_20.html. Diakses pada 2
November 2013
http://eprints.uny.ac.id/9579/2/bab%202%20-07104244063.pdf
(diakses online pada 2 November 2013)
http://eprints.uny.ac.id/9035/3/BAB%202%20-08404241017.pdf
(diakses online pada 2 November 2013)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24885/4/Chapter%20II.pdf
(diakses online pada 2 November 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar